zul15.student.umm.ac.id
REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pengamat ekonomi dari Universitas Mataram Dr M Firmansyah menilai Provinsi Nusa Tenggara Barat bisa menjadi basis industri baru di Indonesia, karena memiliki syarat yang dibutuhkan.
"Syarat itu, misalnya, tersedianya lahan, pelabuhan peti kemas untuk kebutuhan ekspor dan impor, jalan lintas kabupaten dan kota yang cukup baik," kata Dr M Firmansyah, di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (24/6).
NTB, kata dia, khususnya Kabupaten Bima menjadi pemasok bawang merah nomor dua di Indonesia, di bawah Brebes. Produksi bawang di Kabupaten Bima, sekitar 40.000 ton.
Dari fakta itu, komoditas bawang merah perlu dijadikan sebagai komoditas unggulan lain, selain jagung, rumput laut dan sapi.
NTB, sambung Firmansyah, juga berkontribusi terhadap produksi jagung nasional, di mana sentra produksi tersebar hampir di 10 kabupaten/kota, dengan sentra produksi terluas ada di Kabupaten Sumbawa dan Dompu.
Selain itu, lahan pertanian yang tersebar di 10 kabupaten/kota untuk ditanami komoditas bahan baku industri juga relatif memenuhi. "Berbagai potensi itu harus bisa dimanfaatkan oleh semua pihak untuk mulai fokus menjadikan NTB sebagai daerah basis industri. Tinggal sumber daya manusia ditingkatkan," ujarnya.
Ia memaparkan fakta menarik terkait pertumbuhan industri NTB, khususnya industri mikro dan kecil. NTB mengalami pertumbuhan industri mikro kecil yang sangat drastis.
Pada 2013, total industri mikro kecil NTB sebanyak 101.178 unit, terdiri atas 33.694 industri mikro dan 7.484 industri kecil. Angka tersebut tumbuh menjadi 107.231 unit, terdiri dan 33.645 industri mikro, dan13.586 industri kecil dalam rentang tahun 2013-2014 atau bertambah 6.053 unit.
Dari angka itu, NTB berkontribusi sebesar 3,06 persen dari total industri mikro dan kecil di Indonesia. "Saya kira itu adalah prestasi yang perlu terus ditingkatkan," kata Ketua Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan Universitas Mataram (Unram) ini.
NTB, kata dia, harus menargetkan jumlah industri mikro dan kecil setidaknya lima persen dari industri mikro dan kecil di Indonesia.
Salah satu cara adalah dengan meningkatkan jumlah industri pengolahan hasil pertanian seperti bawang, misalnya menjadi bawang goreng dan lain-lain, sehingga ketika masuk era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai Januari 2016, banyak produk industri NTB yang bisa dijual.
Menurut dia, pemerintah juga perlu memastikan dan mendorong di setiap kecamatan, bahkan kelurahan di NTB, harus punya industri, minimal industri rumah tangga. "Insya Allah dengan capaian ini, saya yakin kemiskinan akan sukses kita tekan," katanya.
Pemerintah Provinsi NTB mentargetkan menurukan angka kemiskinan yang saat ini masih sebesar 17,24 persen turun menjadi tujuh persen pada 2018.
"Syarat itu, misalnya, tersedianya lahan, pelabuhan peti kemas untuk kebutuhan ekspor dan impor, jalan lintas kabupaten dan kota yang cukup baik," kata Dr M Firmansyah, di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (24/6).
NTB, kata dia, khususnya Kabupaten Bima menjadi pemasok bawang merah nomor dua di Indonesia, di bawah Brebes. Produksi bawang di Kabupaten Bima, sekitar 40.000 ton.
Dari fakta itu, komoditas bawang merah perlu dijadikan sebagai komoditas unggulan lain, selain jagung, rumput laut dan sapi.
NTB, sambung Firmansyah, juga berkontribusi terhadap produksi jagung nasional, di mana sentra produksi tersebar hampir di 10 kabupaten/kota, dengan sentra produksi terluas ada di Kabupaten Sumbawa dan Dompu.
Selain itu, lahan pertanian yang tersebar di 10 kabupaten/kota untuk ditanami komoditas bahan baku industri juga relatif memenuhi. "Berbagai potensi itu harus bisa dimanfaatkan oleh semua pihak untuk mulai fokus menjadikan NTB sebagai daerah basis industri. Tinggal sumber daya manusia ditingkatkan," ujarnya.
Ia memaparkan fakta menarik terkait pertumbuhan industri NTB, khususnya industri mikro dan kecil. NTB mengalami pertumbuhan industri mikro kecil yang sangat drastis.
Pada 2013, total industri mikro kecil NTB sebanyak 101.178 unit, terdiri atas 33.694 industri mikro dan 7.484 industri kecil. Angka tersebut tumbuh menjadi 107.231 unit, terdiri dan 33.645 industri mikro, dan13.586 industri kecil dalam rentang tahun 2013-2014 atau bertambah 6.053 unit.
Dari angka itu, NTB berkontribusi sebesar 3,06 persen dari total industri mikro dan kecil di Indonesia. "Saya kira itu adalah prestasi yang perlu terus ditingkatkan," kata Ketua Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan Universitas Mataram (Unram) ini.
NTB, kata dia, harus menargetkan jumlah industri mikro dan kecil setidaknya lima persen dari industri mikro dan kecil di Indonesia.
Salah satu cara adalah dengan meningkatkan jumlah industri pengolahan hasil pertanian seperti bawang, misalnya menjadi bawang goreng dan lain-lain, sehingga ketika masuk era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai Januari 2016, banyak produk industri NTB yang bisa dijual.
Menurut dia, pemerintah juga perlu memastikan dan mendorong di setiap kecamatan, bahkan kelurahan di NTB, harus punya industri, minimal industri rumah tangga. "Insya Allah dengan capaian ini, saya yakin kemiskinan akan sukses kita tekan," katanya.
Pemerintah Provinsi NTB mentargetkan menurukan angka kemiskinan yang saat ini masih sebesar 17,24 persen turun menjadi tujuh persen pada 2018.
sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/06/24/nqfwi3-ntb-dinilai-berpeluang-jadi-basis-industri
No comments:
Post a Comment