4ICU
memposisikan UNRAM pada posisi 101 universitas terbaik se Indonesia. 4ICU
merupakan lembaga kredibel yang berkompetensi
mengurutkan universitas-universitas terbaik di dunia, tentu
dengan metodologi yang ketat. Posisi yang ditorehkan Unram harus diakui tidak sejalan dengan umurnya yang lebih
dari setengah abad saat ini. Harusnya Unram sudah masuk jajaran 50 besar terbaik.
Suka atau tidak suka ini adalah cambuk bagi seluruh keluarga
besar Unram untuk mulai berbenah diri. Bukan hanya tugas pimpinan, tapi hal-hal
kecil yang bisa dilakukan oleh dosen, mahasiswa harusnya direalisasikan, tidak
diendapkan.
Di media sosial, publik NTB bahkan Indonesia dihebohkan oleh
prestasi yang ditorehkan UTS (Universitas Teknologi Sumbawa) yang meraih tiga
penghargaan dunia. Prestasi UTS menjadi tamparan keras bagi kampus-kampus besar
tanah air yang belum mampu berprestasi kelas dunia seperti UTS. UTS baru seumur jagung namun sudah menoreh prestasi
yang membanggakan.
Dibalik kesuksesan UTS, tentu ada keseriusan dan kerja keras
pemangku kepentingan di kampus itu. Mulai dari pimpinan, dosen dan barang tentu
Mahasiswanya. Peran lebih utama
dari itu semua tentu berada pada pundak dosen dan disupport penuh oleh pimpinan.
Dosen adalah pemancar intelektualitas. Sinar itu dipancarkan
dari sumber pengetahuan terdalam menuju mahasiswa. Sinergisitas pancaran ini
melahirkan energi yang mumpuni pada mahasiswa sehingga melahirkan prestasi.
Memancarkan singnal tidak ada putusnya, tidak mengenal waktu istirahat.
Serba Serbi Dosen
Menjadi dosen semua sepakat bahwa “cangkul” yang digunakan
untuk bekerja adalah intelektualitas. Dunia gagasan adalah dunia seorang dosen. Namun faktanya, di tengah tuntutan profesionalitas,
dosen semakin disibukan dengan mengumpulkan pundi-pundi tri dharma dalam
memenuhi ruang gagasan
miliknya sendiri.
Tidak sedikit dosen yang sekedar memancarkan intelektualitas
hanya dipermukaan saja, inti-intinya saja. Terjebak dengan urusan-urusan
formalitas. Bahwa signal hanya ada ketika di ruang-ruang kelas. Ketika kelas
bubar, tidak ada signal, cahaya gagasan redup. Maka jangan harap mahasiswa
berprestasi yang lebih dari cukup, toh
prestasi kampus lebih diukur
dari jumlah karya ilmiah dosen.
Bila standar kampus bagus hanya diukur dari jumlah karya
ilmiah dosen, masihkah bisa kita meluangkan waktu untuk terus memancarkan
gagasan itu ke Mahasiswa? Tidak
jarang dosen harus memenuhi tuntutan pengajaran, penelitian dan
pengabdian untuk kepentingannya sendiri.
Memancarkan gagasan menjadi terbatas waktu, hanya ketika materi kuliah di kelas
dan bimbingan skripsi. Selain itu tidak tahu.
Saya memberi apresiasi kepada dosen-dosen yang bekerja dalam kesunyian, bahkan
harus disebut dosen gila untuk berbagi intelektualitas dengan mahasiswanya. Karena memang tidak ada yang didapat-nya, selain
kebahagiaan batin sebagai seorang guru. Saya yakin, mereka yang
dikatakan gila inilah yang mengukir sejarah emas kampusnya.
Bila harus dikatakan pencitraan, biarkan saja selama
bermanfaat bagi orang banyak. Karena era sekarang adalah era media sosial, era
yang lebih enak mengomentari dari pada terjun langsung. Era yang lebih baik “diam”
tidak berbuat apa-apa. Berprilaku
dikatakan cari muka dan
pencitraan tidak berprilaku dianggap tidak peduli. Memang benar penonton selalu lebih hebat dari pemain bola professional sekalipun.
Padahal boleh jadi si penontong “nendang” bola saja mungkin tidak tahu.
Unram harus mengeluarkan kembali aura
gagasan yang masih sebagian besar mengendap dan berserakan di mana-mana.
Seminar-seminar nasional maupun internasional dirutinkan, dialog-dialog publik
dipupuk lagi, kuliah-kuliah umum di tingkat fakultas harus diintensifkan,
lomba-lomba karya ilmiah mahasiswa dikampus harus terus kita dorong. Kampus
bukanlah kantor pemerintahan yang sibuk urus administrasi tapi kampus tempat
orang lain mengambil hikmah gagasan.
Kampus perlu membetahkan mahasiswanya
dengan memberi mereka ruang yang nyaman untuk mendalami dunia gagasan, bertukar
pikiran dengan jaringan wi-fi yang memadai dan kantin-kantin murah dan
mengundang selera. Mahasiswa tidak mungkin kompromi dengan rasa lapar, padahal
tengah asyik berselancar dalam dunia gagasan di kampusnya.
Masa mendatang Unram harus pasang
target untuk masuk jajaran 50 besar kampus terbaik di Indonesia, sehingga
secara rill menjadi kebanggan masyarakat NTB. Syaratnya normatif saja yaitu
adanya kepedulian semua pihak di dalamnya untuk membangun Unram. Sumber daya
manusia Unram lebih dari memadai, tinggal pimpinan memberi ruang mereka untuk
memancarkan gagasan seluas-luasnya.
Sumber: Harian SuaraNTB: Jumat 14/11/2014)
No comments:
Post a Comment