Sahabat, pertanyaan kenapa pembangunan pulau Lombok dan Sumbawa timpang sering
terdengar. Pulau Lombok infrastrukturnya begitu cepat terbangun, dinamika
perekonomian bergerak begitu dinamis, apa yang salah? Kenapa pembangunan dua
pulau di NTB ini tidak bisa berjalan seimbang?
Mungkin sudah sering saya sampaikan bahwa syarat utama
konsentrasi spasial ekonomi (pembangunan) itu terletak pada 2 aspek, yaitu natural advantages dan knowledge spillovers. Keunggulan alamiah
terkait dengan keunggulan-keunggulan alamiah yang dimiliki kawasan (keindahan
alam dan modal-modal pembangunan lain) sedangkan knowledge spillovers berkaitan dengan sebaran pengetahuan
(masyarakat yang mau belajar) katakanlah IPMnya tinggi.
Namun sebelum itu, dapat saya jelaskan sisi lain bahwa pelaku pembangunan
itu terdiri dari 1). Pemerintah, 2). Swasta (intepreneur) daerah, 3). Investor
DN dan LN dan 4). Masyarakat. Biasanya daerah yang maju ditunjukan oleh kontribusi
swasta dan investor secara dominan terhadap pembangunan kawasan. Mengandalkan
pemerintah tentu tidak mungkin menjadikan “ekonomi meroket”. Dengan anggaran
yang terbatas, pemerintah paling hanya menggugurkan aktivitas rutin.
Coba sahabat gunakan 2 konsep di atas, yaitu konsentrasi spasial ekonomi
dan actor pembangunan dalam mengamati ketimpangan pulau Lombok dan Sumbawa. Ada
apa dengan pulau Lombok, sahabat? Mudah-mudahan Sahabat bisa menelaahnya dari
perspektif Pulau Sumbawa dengan pendekatan yang sama.
1.
PPulau Lombok punya potensi wisata
yang mendunia, sehingga investasi bidang pariwisata menjadi lebih maju.
Hotel-hotel kelas dunia membangun entitas bisnis di sini. Ibarat gula, secara
otomatis (autopilot) akan dikerubungi semut, tidak ada jalan lain.
2. Secara geospasial, Lombok dekat
dengan pusat pertumbuhan pariwisata dunia yaitu pulau Bali. Mungkin, paket
wisata yang ke Bali akan juga termasuk ke Lombok. Kedekatan secara spasial
dengan pusat pertumbuhan (hinterland)
secara teori akan mendorong majunya daerah sekitarnya (pheryperi). Ketika
wisata Bali jenuh, maka alternative tiada lain selain Lombok. Dari dalam Lombok
sendiri, kamajuan ekonomi Kota Mataram mulai berpindah ke daerah-daerah
pinggiran yaitu di Lombok Barat dan Lombok Tengah, ini aliran ekonomi yang
tidak bisa dihindari pula.
3. Mirip Bali, dalam mendukung sentra
wisata ada banyak sentra-sentra kerajinan di Lombok. Saya melakukan penelitian,
bahwa sentra-sentra itu juga dipengaruhi genetika “turun temurun” dari
generasi-kegenerasi. Walaupun saya pernah menyampaikan kekhwatiran hilangnya
sentra-sentra kerajinan itu karena mandeg di regenerasi. Anak-anak muda di
kawasan sentra industri itu kurang tertarik melanjutkan usaha pendahulunya, ini
menjadi lampu kuning bagi siapapun yang peduli bagi eksistensi kerajinan
Lombok.
4. Disamping produk industri, tenun,
gerabah, emas mutiara, Lombok juga punya kareteristik makanan unik, yang
menjadi image marketing bagi kawasan
ini. Misalnya ayam taliwang, plecing kangkung dan seterusnya. Sentra-sentra
atau klaster perdagangan makanan khas ini dibeberapa tempat berdiri misalnya di
kawasan sayang-sayang dan juga desa Nipah. Perputaran uang menjadi lebih
kencang di kawasan itu dan tentu multiplier effeknya akan sampai bahkan pada
pedagang pisang goreng.
5. Dengan segala potensi keuanggulan
alamiah yang ada, Lombok (Mataram) juga didukung oleh knowledge spillovers yaitu pusat pendidikan (perguruan) tinggi di
NTB. Sumber daya manusia terbaik NTB bermuara di Lombok dan turut menjadi
bagian dalam membangun Pulau Lombok. Mereka bisa bertahan, karena infrastruktur
pendidikan dan ruang untuk berkarya tersedia.
6. Dengan segala potensi itu
akhirnya Lombok menjadi daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang diperhitungkan
di tanah air. Peran swasta dan investasi DN dan LN sangat besar, justru
pemerintah tidak terlalu berperan. Pemerintah hanya mengurus perijinan,
masyarakat miskin, jaga inflasi, urus raskin, pelayanan masyarakat dan
seterusnya. Tapi pembangunan infrastruktur dominan sektor bisnis. Mall-mall
dibangun sektor bisnis, hotel-hotel besar dan berbagai entitas bisnis dan jasa
lain juga terbangun untuk memenuhi kebutuhan bisnis masyarakatnya. Ini adalah irama “jamak” yang terjadi di
kawasan yang punya potensi alamiah.
7. Memang tidak bisa kita mengelak ada
kawasan tertentu yang secara geospasial menguntungkan dan ada juga sebaliknya.
Kawasan itu bergerak secara alamiah karena keuntungan geospasial itu tadi walau
tanpa banyak hal dilakukan oleh pemangku kebijakan.
SMataram 30 Maret 2016
Salam Dr. M Firmansyah
No comments:
Post a Comment