Oleh
Dr. M Firmansyah
(Dosen FEB UNRAM dan
Penasehat Investasi Prov. NTB)
Sumber: Opini Suara
NTB, 28 Maret 2016
Sungguh-pun Kawasan Mandalika urung rampung
sampai saat ini, setidaknya ada banyak upaya yang sudah dilakukan pemerintah membangun
kawasan itu. Lebih-lebih setelah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) Nasional, saat ini tanggung jawab pembangunan KEK tidak saja dipundak
pemerintah daerah namun juga pemerintah pusat.
Kawasan Mandalika akan dijadikan sebagai
kawasan tourism industrial cluster di
NTB bahkan mungkin menjadi percontohan di tanah air. Di sana akan terbangun kluster
hotel bintang, sekolah pariwisata, kluster perdagangan dan seterusnya. ITDC
sebagai pengelola Mandalika tengah merancang dan mempersiapkan menyulap kawasan
itu sebagai kawasan wisata besar di Indonesia. Sungguh-pun persoalan-persoalan
teknis masih saja dihadapi pengelola.
Setelah Mandalika
Ketika KEK Mandalika telah ada yang urus,
selanjutnya menjadi titik fokus pemerintah provinsi NTB selanjutnya adalah
membangun kawasan di pulau Sumbawa, paling potensial saat ini adalah SAMOTA.
Kawasan ini terdiri dari tiga space
besar dan potensial yaitu teluk Saleh, Moyo dan Tambora.
Bila Mandalika core bisnisnya pariwisata, maka SAMOTA core bisnisnya perikanan dan hasil laut lain, walaupun turunan
(deferensiasi) nya ada juga pembangunan industri pariwisata. Jadi SAMOTA akan
berkembang sebagai Minapolitan (agribisnis berbasis perikanan).
Perairan di Teluk Saleh konon berpotensi
menghasilkan nilai produksi hasil laut belasan triliun rupiah pertahun. Teluk
saleh sangat potensial untuk pengembangan udang, rumput laut, ikan kerapu dan
beberapa ikan bernilai ekonomis tinggi lainnya. Sehingga bila ini disentuh
pemerintah secara serius, maka ribuan masyarakat pulau Sumbawa akan terserap
lapangan pekerjaan baru.
SAMOTA adalah kawasan ekonomi riel, yang akan
banyak menyentuh ekonomi masyarakat, dari tingkat ekonomi rendah maupun yang
mapan. Kestabilan SAMOTA lebih baik dari kawasan lain di NTB. Setiap kawasan
berbasis pariwisata akan ada siklus naik dan turunnya, tergantung momentum
orang berwisata, fluktuasinya tergantung sungguh karena faktor keamanan maupun
fluktuasi pertumbuhan ekonomi. Ketika ada travel
warning misalnya, kawasan wisata menjadi mandek. Namun kawasan berbasis
industri pengelohan (manufaktur) tidak akan ada surutnya karena akan menyangkut
konsumsi harian masyarakat (konsumen).
Duduk Bersama
SAMOTA akan menyentuh tiga wilayah di Pulau
Sumbawa, yaitu Bima, Sumbawa dan Dompu. Ketiga pemerintah daerah perlu duduk
bersama merancang pengembangan kawasan strategis ini, tentunya di bawah
koordinasi Pemerintah Provinsi. Selain itu, Provinsi perlu terus gencar
memperkenalkan SAMOTA sebagai kawasan strategis kedua setelah Mandalika di mata
nasional dan internasional.
Dalam konteks pengembangan kawasan bisnis, pola
perencanaan pembanguan SAMOTA akan
menyangkut empat unsur yaitu unsur produksi,
distribusi, komersialisasi dan pasar. Bila SAMOTA diharapkan dikelola oleh lembaga
bisnis, maka pemerintah daerah perlu menyiapkan proposal investasi daerah untuk
dipresentasikan kepada entitas bisnis tersebut. Dalam proposal kita perlu
ungkap core bisnisnya apa,
turunannya, lahan untuk pembangunan industri, infrastruktur yang tersedia,
kondisi masyarakat serta budayanya.
Semua butuh perencanaan matang, semua butuh
tata kelembagaan yang baik menyangkut produksi apa, siapa, bagaimana serta ke
mana. Membangun kelembagaan kawasan perlu mempertimbangkan harmoni dan
keseimbangan antara semua pelaku ekonomi, mulai dari nelayan, pedagang maupun
industri (investor). Keberadaan kawasan potensial harus dinikmati masyarakat
secara luas, maka dengan itu pembangunan menjadi sustain.
Pembangunan di aras hulu diberikan pengelolaan
kepada masyarakat sedangkan aras hilir dikelola oleh investor. Ketika ada
sinergi maka perekonomian daerah secara riel akan tumbuh, pengentasan
kemiskinan menjadi jalan mudah dilewati.
Bila ditelisik dari aspek distribusi barang dan
jasa, saat ini di pulau Sumbawa tidak lagi menjadi soal, karena setidaknya ada
dua pelabuhan petikemas yang ada di pulau Sumbawa dengan jalan nasional yang
ralatif mulus. Hal ini memudahkan distribusi produk dari pusat bahan baku atau lokasi
industri ke pasar (pulau jawa dan luar negeri).
Akhirnya, pemerintah perlu mendorong
pembangunan SAMOTA dengan serius. Dengan itu, pembangunan ekonomi Pulau Sumbawa
dapat lebih bergairah, ketimpangan pembangunan secara spasial dapat segera
diminimalisir.
No comments:
Post a Comment