Sahabat, saya ingin kembali mengulas bagaimana eksistensi
dan peluang pembangunan di Pulau Sumbawa. Saya ingin bicarakan potensinya
dahulu, baru kemudian saya coba memaparkan gambaran konsep pembangunan industri
di sana.
Seperti yang dipahami, Pulau Sumbawa adalah terbesar di NTB, dihuni oleh 1/3 penduduk NTB. Padahal luas Pulau Sumbawa 2/3 dari luas NTB.
Pulau Sumbawa memiliki kekayaan hasil
Bumi yang luar biasa. Kita tahu di sana terdapat raksasa tambang dunia, yaitu
PT Newmont Nusa Tenggara. Itu baru dikadung perut bumi, belum hasil bumi
dipermukaan di sana kaya dengan hasil laut dan pertanian.
Ada satu kawasan potensial di sana sahabat, namannya
SAMOTA (Saleh, Moyo dan Tambora). Saleh adalah nama teluk yang memiliki
kandungan hasil laut melimpah, konon bila serius diberdayakan potensinya mencapai belasan triliun rupiah pertahun. Teluk Saleh menghasilkan ikan-ikan
mahal yang laku di pasaran dunia.
Moyo merupakan nama pulau yang menawarkan
keindahan wisata, namanya menggaung sampai mancanegara. Konon mendiang Lady Diana pernah ke sana. Sedangkan Tambora nama gunung yang juga
mendunia, karena beberapa abad lalu letusannya bahkan terasa sampai belahan Eropa.
Sahabat, dengan potensi ini saya kira
pemerintahan Pulau Sumbawa fokus saja membangun industri minapolitan. Mulai bangun kelembagaan terlebih dahulu. Kelembagaan itu terkait tata aturan, tata
nilai, organisasi dan seterusnya. Artinya perlu disiapkan perangkat “siapa”
melakukan “apa” dan “bagaimana” mekanisme membangun serta “di mana” lokasinya.
Kabupaten Dompu
Semakin ketimur lagi sahabat, ada Kabupaten
Dompu. Dompu dikenal dengan jagungnya. Hamparan jagung menyelimuti daerah
pegunungan di Dompu. Saya perlu angkat topi kepada pemerintah Dompu yang konon
sukses membangun identitas Dompu dengan jagung. Namun demikian, dengar-dengar persoalan
yang masih saja dihadapi petani adalah harga jagung yang kurang menguntungkan.
Sahabat, biarlah jagung yang telah berkembang di Dompu dengan segala konsekuensinya. Mari bicara yang lain.
Saya ingin melihat dari
perspektif potensi lain akan Dompu. Sahabat tahu Dompu merupakan kota transit, kota
yang pasti dilewati setiap orang melakukan perjalanan menunju kawasan timur
Indonesia melalui darat.
Pembangunan kawasan transit harus kuat
pelayanan jasanya. Dompu harus menjadikan Kota transit sebagai identitasnya,
sebagai image marketing.
Dompu kaya akan hasil-hasil laut, bahkan sering kali masyarakat Bima mencari udang dan kepiting ke Dompu. Saya kira ini adalah potensial dijadikan sebagai pusat sea food di Pulau Sumbawa. Pemerintah Dompu perlu membangun kluster kawasan kuliner sea food disepanjang jalan utama dari Sumbawa menunju Bima di Dompu.
Sahabat bayangkan ketika setiap orang ingin ke Bima atau kawasan timur lain atau sebaliknya harus mampir dulu
menikmati sea food Dompu. Dompu harus
menanam image ke masyarakat luas, ketika anda berpergian pastikan anda mampir
Dompu dan menikmati kuliner Dompu. Sahabat, ini adalah salah satu konsep
pembangunan kawasan transit. Perputaran uang disektor perdagangan kawasan ini akan
lebih kencang lagi.
Kabupaten Bima dan
Kota Bima
Saya ingin menjelaskan mutiara lain
yang tersembunyi di NTB, yaitu Kabupaten Bima. Bima dari perspektif
spatial terbentang jaringan hubungan Bali sebelah barat, Makasar sebelah utara
dan NTT sebelah timur. Pemerintah harus kencang membangun pola kerja sama dengan
ketiga kawasan ini. Dengan Bali mungkin bisa membangun pola hubungan
kepariwisataan, tentu wisata sesuai budaya masyarakat, dengan Makasar bisa
bekerja sama membangun industri dan NTT mungkin dalam hal pengelolaan lahan
kering dan seterusnya.
Kabupaten Bima sangat tepat untuk pembangunan
pertanian, seperti beras, kacang tanah, bawang merah dan lain-lain. Hasil laut
juga menjanjikan penghasilan yang menguntungkan, perairan teluk Bima merupakan spase yang tepat untuk itu, ada juga perairan di kecamatan Sape
dapat menghasilkan ikan bernilai tinggi, ikan Bandeng juga paling terkenal di Bima.
Sentra kerajinan walaupun belum membentuk klaster seperti di Lombok cukup potensial di kembangkan di Bima. Ada tembe nggoli (tenunan khas Bima), Bima juga punya makanan atau minuman khas, seperti mina sarua dan yang lainnya. Paling penting dalam menggembangkan klaster kerajinan adanya keahlian secara genetika di kawasan itu.
Bila ingin menonjolkan pariwisata jangan lagi menonjolkan
wisata pantai, walaupun tetap harus dibangun, jangan menyamai Lombok, tapi yang paling pas adalah wisata
budaya. Bima masih eksis situs-situs peninggalan kerajaan.
Sahabat harus tahu bahwa substansi pembangunan
ekonomi adalah bagaimana mendatangkan orang dan barang di suatu wilayah
sebanyak-banyaknya. Ketika itu terjadi maka ekonomi bergerak secara otomatis,
mencari “grativitasi” ruang-ruang yang belum terisi. Salah satu pemicu
pengundang orang luar itu adalah budaya. Bima harus menjadi pusat pengembangan
budaya, pusat studi budaya, menjadi pusat diselenggarakan seminar-seminar
budaya, baik skala lokal maupun dunia.
Dengan segala kerendahan hati Sahabat, saya
ingin mengajak masyarakat Bima untuk menjaga Bima dengan menciptakan rasa aman,
menciptakan image bahwa Bima memang
kawasan yang layak dikunjungi dan ditanami modal untuk bisnis.
Saya juga ingin mengajak pengusaha-pengusaha sukses Bima di rantauan,
berbuatlah sesuatu untuk Bima. Anda bisa bangun sektor bisnis barang dan jasa, anda
bisa bangun lembaga keuangan bank maupun non bank, bangun sekolah atau
madrasah, bangun kampus besar, bangun pusat perdagangan dan entitas bisnis
lainnya. Semua itu akan menggerakan ekonomi Bima.
Harus dapat di contoh seorang Dr.
Zulkiflimansyah yang membangun universitas hebat yaitu ITS di Sumbawa dan juga
Prof. Din Samsudin yang bangun Pesantren besar di Sumbawa. Mereka tidak perlu
tinggal di Sumbawa namun meninggalkan sesuatu untuk masyarakat Sumbawa.
Mataram, 31 Maret 2016.
Salam Dr. M Firmansyah
No comments:
Post a Comment