Monday 13 October 2014

Bila Harus lepas, Maka Lepaskanlah

Pemprov NTB gagal membujuk Maskapai Jet-Star untuk tetap mengudara di langit NTB. Padahal, sudah banyak upaya yang dilakukan, salah satunya keberangkatan Wakil Gubernur dan Tim ke Australia untuk bernegosiasi dengan manajemen Jet Star.
Pemprov menyanggupi untuk membayar subsidi dalam bentuk market fund sebesar 1 milliar rupiah kepada Jet-Star asal Jet-Star tetap bertahan, namun tidak juga memberi hasil. Terakhir terdengar kabar BPBD NTB akan melobi Garuda Indonesia untuk mengisi kekosongan rute Perth-Lombok yang ditinggalkan Jet-Star.

Setelah Jet-Star harus say good bye di langit NTB. Kapal Pesiar milik PT. Pelni yang melayani rute Lombok-NTT juga harus siap-siap untuk tidak lagi melaut di sini. Dengar-dengar kabar, Pemprov NTB kembali akan melobi PT. Pelni untuk tetap membuka jalur yang melayani rute NTB dengan tetangga sebelah timur itu.
Penulis menyadari kegundahan hati Pemprov NTB atas dua kasus di atas. Dan penulis-pun angkat topi atas maksimalnya upaya pemangku kepentingan di sini, dalam memepertahankan jembatan pemicu ekonomi daerah tersebut.
Lebih-lebih NTB sedang gencar-gencarnya mendorong pembangunan pariwisata daerah beberapa tahun terakhir. Tidak bisa dipungkiri kehadiran Jet- Star memang cukup mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan, khususnya dari Australia. Multiplier effeknya jelas tidak sedikit bagi ekonomi daerah.

Faktor Bisnis dan Moral
Sungguhpun sedemikian semangatnya pemerintah untuk menaham pelaku bisnis di daerah, namun pertimbangan keuntungan adalah menjadi panglima dalam setiap keputusan bisnis. Tidak bisa kita menahan sektor usaha yang tidak memberikan benefit, sungguh-pun perusahaan itu milik Negara (BUMN).
Kita tidak bisa berharap pemodal untuk berbaik hati membangun daerah dengan tulus tanpa ada imbal balik benefit yang memadai baginya. Sehingga kita perlu berpikir ulang, mengatur kembali strategi pembangunan di daerah ini sehingga pasar menjadi lebih potensial untuk segala jenis usaha, tentu dengan pemikiran yang realistis.
Penulis tidak berharap adanya kesan, NTB begitu “ngoyo” untuk mempertahankan swasta di sini, menarik-narik bajunya walaupun sang empunya tidak lagi menoleh kebelakang. Lebih sedih lagi, bila pengharapan yang begitu besar itu dimanfaatkan oleh pebisnis untuk terus saja minta fasilitas, subsidi dan hal lainnya.
Ketika BPBD yang berharap Garuda untuk menggantikan Jet-Star penulis kira sah-sah saja. Harus ditelaah lebih jauh, bukankah persoalan hengkangnya Jet-Star karena kurangnya penumpang menuju Australia, sehigga maskapai itu rugi. Bila itu persoalannya apakah kita ingin menimpakan kerugian itu ke Garuda? Sungguh-pun Garuda adalah perusahaan milik Negara, tentu Garuda tidak ingin ketimpa kerugian. Bila Garuda rasional, tentu akan menolak tawaran BPBD.

Terjebak Dengan Pembangunan Besar
Sepanjang penulis menyaksikan dinamika perencanaan pembangunan NTB beberapa tahun terakhir. Ada kesan, NTB ingin menunjukan bahwa NTB bisa melakukan pembangunan besar, mungkin pada tahap “kedewasaan” menurut teori linear stage development-nya Rostow. Semangat untuk sejajar dengan daerah maju lain begitu tergambar dari raut wajah daerah ini.
Bandara internasional Lombok, sempat juga heboh Ampenan Harbor, dan terakhir KEK Mandilika adalah konsep-konsep pembangunan yang direncanakan fantastis. Kita nampaknya abai akan pendewasaan kelembagaan pasar, modal sosial dan kekuatan birokrasi dalam mendesain pembangunan itu.
Pasar masih lesu di sini, sehingga kita harus bersabar untuk menghadirkan mega investor. Kita perlu pikirkan untuk menciptakan pasar potensial dan kokoh, yang tidak terpengaruh krisis. Modal sosial juga masih anjlok, keamanan yang belum begitu terjamin adalah ciri rendahnya modal sosial tersebut. Birokrasi juga masih belum professional, buktinya serapan anggaran masih relative kecil, padahal sekarang telah masuk kuartal 4 tahun 2014.
Sebagai penutup, penulis ingin katakan bila harus pergi biarlah pemodal besar itu pergi. Kita harus fokus memperkuat pembangunan ekonomi kreatif yang terlahir dari Rahim budaya masyarakat kita. Bahkan dengan modal seadanya.
Kita perlu meniru China yang menjadikan 2014 ini sebagai tahun reformasi ekonomi. Loh apanya yang mau direformasi? Bukankah China telah memiliki segala-galanya saat ini. Cina telah membiarkan penurunan pertumbuhan ekonominya dari 7,5 menjadi 7,2 persen sebagai jalan memperkuat kapasitas ekonomi domestik, dengan cara memenuhi permintaan pasar domestic dari pada untuk diekspor. China mencoba beralih haluan, dari produksi barang menjadi produk jasa yang lebih ramah lingkungan.
Sebagai penutup, jalanlah dengan apa adanya, dengan kekuatan investasi rakyat dan tidak melulu menunggu investor asing besar yang terkadang hanya hadir di daerah menyisahkan residu semata. Maafkan bila tidak berkenan. (Sumber: SuaraNTB, 14/10/2014)


   

No comments:

Post a Comment

EKSPOS RENCANA PENYUSUNAN MASTER PLAN EKONOMI GARAM NTB

EKSPOS RENCANA PENYUSUNAN MASTER PLAN EKONOMI GARAM NTB DR. M FIRMANSYAH (DOSEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS) MENUNJU INDUSTRIALIS...