Aristoteles memberi tiga alasan dalam membangun persahabatan,
yaitu berdasar cinta kasih, utilitas (kepuasan) dan religi (kesalehan).
Bersahabat dengan balutan cinta kasih adalah persahabatan tulus tanpa tendeng
asih, suka-duka, senang sedih dilalui bersama. Tidak perduli ras atau golongan.
Sahabat berdasar utilitas adalah sahabat
hanya berorientasi kepuasan dan kebutuhan sesaat. Kita sulit mengatakan sahabat
macam ini akan langgeng oleh waktu. Contoh yang paling kongkrit adalah
persahabatan dalam dunia politik, sekarang bisa saja bersahabat namun boleh
jadi tidak esoknya.
Persahabatan religi dibalut oleh kesalehan
biasanya terbangun dari intra kelompok atau berdasar asas kesamaan agama
tertentu. Seorang yang saleh akan bersahabat dengan orang saleh lainnya.
Sebaliknya premen biasanya akan bersahabat dengan preman lainnya. Dua zat kimia
golongan ini akan sulit disatukan, alih-alih dijadikan sahabat. Dua-duanya akan
menyatu hanya dan jika hanya salah satu melebur ke yang lainnya, preman tobat
menjadi ustad atau ustad malah menjadi preman.
Nabi SAW juga pernah menggariskan bagaimana
pentingnya sahabat, dan bagaimana mencari lingkungan yang tepat dalam mencari
sahabat. Bila kita bergaul dengan pedagang minyak wangi maka kita akan ikut
wangi, sebaliknya bila kita bergaul dengan minyak tanah kita akan
terkontaminasi aroma minyak tanah pula.
Belajar di Universitas salah satu hal penting adalah menemukan
lingkungan baik itu, yaitu lingkungan yang terdiami oleh orang-orang baik dan
soleh. Sehingga, bagi mahasiwa yang harus ngekos carilah lingkungan kost yang
baik, lingkungan kost yang penghuni-penghuninya bijak dan mapan dalam hidup.
Sengaja atau tidak saya juga terbentuk oleh
lingkungan kost-kostan yang baik. Entah kebetulan atau tidak kost saya dihuni
oleh orang-orang mapan, yang telah bekerja dan berkeluarga. Bagi saya
lingkungan kost adalah rumah tangga, menggantikan peran orang tua yang tengah
jauh dari kita. Seakan ada orang tua yang mengawasi dan memberi nasehat atas
perilaku kita di rantauan.
Saya bergaul dengan seorang pegawai negeri, wiraswasta dan
dosen di perguruan tinggi negeri. Sedikit banyak mereka mengungkapkan
pengalaman mereka masing-masing, sehingga menambah pengalaman dan pemahaman
saya akan hidup.
Namun, bila kost-kostan hanya diisi oleh
teman seangkatan, teman satu umuran. Apa yang terjadi? Kita akan mudah ikut dan
terjurumus oleh perilaku kurang bijak sesama kita. Terjurumus tidak saja
berkonotasi sebagai perilaku melawan hukum, namun perilaku sia-sia, perilaku
hura-hura karena masa-masa muda adalah masa melampiaskan hasrat diri yang sulit
untuk dikendalikan.
Masa kuliah adalah masa kita belajar dengan
tenang dan fokus. Betapa akan terganggu masa belajar kita, bila tempat kita
tinggal dibisingkan oleh suara musik keras, knalpot racing saat pagi dan malam
hari. Betapa tidak nyamannya kita belajar bila ada salah satu penghuni
kost-kostan yang sukannya berkelahi, sehingga seringkali orang nyari ke kost
dan kadang kita jadi sasaran karena dianggap teman si jago berkelahi.
Oleh karena itu, berusahalah untuk memilih
kost-kostan yang nyaman dan memiliki penghuni yang mapan dan dewasa. Biarkan
sedikit mahal, dengan imbalan insya Allah prestasi kita melambung.
Kita bukanlah seorang filosof yang memiliki kedalaman dalam
berpikir, kita juga bukan petualang yang kaya pengalaman dalam kehidupan, kita
bukanlah orang cerdik pandai sehingga ilmu kita melimpah dalam otak kita. Namun
kita bisa jadi filosof, petualang atau orang cerdik pandai dengan membaca kisah
mereka, mempelajari cara mereka hidup dan menelaah cara mereka belajar. Kita
pun bisa menjadi mapan, ketika kita bergaul apalagi tinggal (dalam satu kost) dengan
orang mapan lain.
No comments:
Post a Comment