Saturday, 11 October 2014

KEK MANDALIKA: Dalam Tinjauan Ilmu Ekonomi

Beberapa waktu lalu, saya dan kolega (Dr. Hermanto dan Dr. Taufik Chaidir) dapat disposisi dari Pak Dekan untuk menghadari rapat evaluasi perkembangan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Mandalika di Ruang Sidang Utama Gubernur NTB. Rapat dipimpin langsung Pak Sekda NTB. Turut hadir saat itu, Profesor dan Peneliti hubungan internasional dari Jepang, peneliti, anggota dewan kawasan dan seorang investor dari India. Sebagian dari mereka adalah Tim yang telah melatih beberapa pihak (birokrat dan akademisi) di NTB untuk pengembangan kawasan KEK yang diselenggarakan di Jakarta dan sebagian dikirim ke Jepang.
Saya dan kolega merasa sedikit kecewa. Dalam rapat itu Kami sama sekali tidak diberi kesempatan untuk ikut menyumbangkan argumentasi. Saya maklumi, mungkin Pak Sekda ada keperluan lain sehingga rapat yang dimulai jam 9 pagi harus berakhir jam 11 lebih sedikit. Jadi kami disuruh datang mendengarkan saja dan setelah itu pulang.
Dr. Agusdin (kolega saya juga di Fakultas) memberi pemaparan singkat akan hasil pelatihannya di Jakarta dan di Jepang dalam mendesign KEK Mandalika. Hasilnya, saya sedikit kaget, desain KEK yang ditawarkan untuk Mandalika tidak jauh beda dengan yang ada dalam literature. Tidak ada kareteristik unik seperti yang saya bayangkan sejak disetujuinya KEK oleh Presiden SBY.

Kluster Industri dan Fakta Empiris
Dalam literature biasanya mengambil case negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Jepang dan Cina. Silahkan ketik saja industrial cluster di jurnal-jurnal internasional online, maka akan muncul ratusan bahkan ribuan penelitian terkait pengembangan kawasan ekonomi spasial seperti KEK ini.

Dalam pemaparan itu, kurang lebih KEK didesain sebagai lokasi hotel dan restoran, lokasi sekolah tinggi pariwisata, rumah sakit, lapangan golf, ada clustering UMKM, ada lembaga penguat seperti dewan kawasan atau pemerintah dan clustering industries lainnya.
Saya katakan, model KEK sebenarnya model pengembangan clustering industries atau kata lain agglomeration economics. Dua faktor penentu perkembangannya ditentukan natural advantages (dalam hal ini pariwisata) dan knowledge spillovers.
Kebanyakan terbentuknya kluster industri karena faktor alamiah sebagai dorongan perusahaan sejenis mencari economies of scale. Dan biasanya karena berada dipusat bahan baku. Terbentuknya ada yang ratusan tahun baru permanen, ada yang puluhan tahun bahkan ada yang gagal total didesain.
Contoh yang paling nyata kawasan sukses adalah Sillicon Valey. Di sana adalah tempat berkumpulnya perusahaan software dan hardware serta berbagai industri turunannya dan berada di Amerika Serikat. Ada juga wine cluster di New Zaeland, industry perfilman di Hollywood, ada juga Kitakyushu City sebagai kluster industri heavy dan chemical, dan masih banyak lagi yang lain.

Format Umum Kluster
Dalam kluster itu, ada industri inti, ada industri determinan (turunan), ada industri pendukung, ada lembaga penguat kelembagaan (seperti R&D universitas, balai latihan kerja, lembaga pemerintah dan lembaga perbankan). Semua saling menyokong satu sama lain, sehingga knowledge spillovers menjadi jalan. Tidak saling mematikan. Mereka menikmati kedekatan satu sama lain karena semua menjadi murah, semua kebutuhan telah tersedia, baha baku, tenaga kerja siap pakai, jasa keuangan dan seterusnya tersedia dalam satu kawasan kluster.
Karena terbukti sukses mengembangkan kawasan industri, model clustering industries menjadi primadona, sebagai model pengembangan industri di berbagai belahan dunia. Beberapa Negara mencoba mengembangkan by design padahal awalnya terbentuk secara alamiah. By design ada yang sukses, namun tidak sedikit juga yang gagal dan tinggal kenangan.
Banyak penelitian yang telah membahas kluster industri ini, dari A sampai Z, jadi bukan lagi bermain dalam tataran teoritis namun implementasi riil dan fakta empiris yang sangat kuat. Salah satu penelitian itu adalah disertasi doktor pembimbing saya saat S-2, Prof. Mudrajad Kuncoro saat menyelesaikan studinya di Melbourne University.
Bagi akademisi yang konsen dalam bidang ekonomi pengembangan wilayah mungkin pernah membaca buku “Industrial Agglomeration: Facts and Lesson For Developing Countries, yang diedit Mitsuhiro Kagami dan Masatugu Tsuji, diterbitkan oleh Institute of Developing Economies, JETRO. Buku ini kumpulan riset-riset pengembangan clustering atau agglomeration industries yang dapat memberi pengetahuan lebih akan konsep KEK ini.
Dalam konteks ini, saya ingin mengatakan persoalan KEK adalah persoalan aplikasi teoritis sekaligus empiris ekonomi kawasan, sehingga perlu mendalami banyak hal didalamnya. Pahami logika aglomerasi industri dan konsentrasi spasial ekonomi, pahami logika central place dalam regional economics, pahami manajemen pemasaran dan pahami aspek kelembagaan (institutional economics), tidak saja dalam bentuk organisasi namun juga kelembagaan masyarakatnya.
Persoalannya tidak hanya meletakan ini dan itu dalam satu kawasan Mandalika, namun perlu lebih jauh memahami bagaimana filosofi pembentukannya, apakah nanti diantara mereka terbangun kesepakatan untuk tidak saling mematikan akibat iklim bisnis, apakah knowledge spillovers akan berjalan? Kalau hanya meletakan ini di sini dan itu di sana, maka yakinlah KEK hanya akan jadi impian.
Mudah-mudahan, Tim penyusun tidak berharap mengerjakan pembangunan Kawasan itu dalam satu paket, lebih tidak masuk akal lagi dalam satu waktu dan kesempatan. Sebenarnya bisa saja bila investor mau, namun bila semua diberikan pada investor besar masyarakat lokal kebagian apa? Yakinlah, karena SDM, mereka belum dapat berperan aktif dalam KEK, setidaknya untuk jangka pendek ini.
Tim kita dorong untuk mulai memetakan step by step kluster apa yang perlu segera dibangun (yang bisa dikendalikan) dan mencerminkan industrialisasi pariwisata lokal. Misalnya, clustering gerabah, undang pengusaha gerabah untuk dibangunkan kluster di KEK Mandalika selanjutnya promosikan.
Sebagai penutup, saya berharap dalam waktu yang tidak terlalu lama kita sudah dapat membaca progress dan tata ruang KEK yang telah disiapkan Tim penyusun sebagai bahan analisis kita bersama dan menunjukan mesin sebenarnya sudah dihidupkan.
Sumber: Harian SuaraNTB, 29/09/2014


No comments:

Post a Comment

EKSPOS RENCANA PENYUSUNAN MASTER PLAN EKONOMI GARAM NTB

EKSPOS RENCANA PENYUSUNAN MASTER PLAN EKONOMI GARAM NTB DR. M FIRMANSYAH (DOSEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS) MENUNJU INDUSTRIALIS...