Tuesday, 14 October 2014

Ontologi Cita-cita

Hampir setiap kita waktu kecil pernah ditanya, yang tanya itu mungkin orang tua, guru atau paman, bila sudah besar mau jadi apa. Jawabannya tentu beragam. Ada banyak cita-cita yang ingin dicapai setiap kita, jadi dokter, pilot, astronot, guru, tentara atau polisi bahkan jadi presiden.
Dari mana munculnya cita-cita itu? Tentu dari pemahaman sempit masa kanak-kanak dan juga dari apa yang diyakini dan harapkan saat itu. Jangan tanyakan yang berat-berat deh,  apalagi kita taya makna dari cita-cita itu. Kita kaklumi saja apapun jawaban anak-anak. Ingin suntik orang, ingin bawa pesawat terbang, mau lihat bulan, ingin jadi guru seperti bapaknya atau ingin pegang senjata seperti tentara atau polisi adalah alasan logis dari pertanyaan makna dari cita-cita.

Dalam suatu kesempatan, anakku dan teman-temannya yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak pernah ditanya oleh gurunya akan cita-cita mereka. Ada satu anak laki-laki dengan semangat mengacungkan tangan sembari berkata, “Ku ingin jadi ustad bu Guru”. Guru mendengar ungkapan polos anak ini dengan perasaan bahagia, sambil berkata, “wah, mulia sekali cita-citamu nak”. Ketika ditanya lagi, “kenapa kamu mau jadi ustad, nak?”. Anak ini menjawab, “supaya bisa pukul santri Bu Guru, seperti bapak saya”. Sambil tertawa sang guru, geleng-geleng kepala.
Seperti anak-anak lain, saya juga punya cita-cita. Sejak sekolah dasar saya tergila-gila dengan sosok TNI (Tentara Republik Indonesia). Segala upaya saya lakukan untuk menggapai cita-cita itu. Mulai belajar berenang di sungai dekat rumah, sampai dengan meninju habis pohon pisang nenek di belakang rumah. Semua itu demi menjaga fisik untuk menjadi seorang tentara.
Ketika SMP dalam memposisikan diri untuk menjadi tentara semakin mantab. Saya melatih fisik lebih keras lagi. Saya tidak mau ketinggalan ketika ada perlombaan gerak jalan atau sejenisnya di antara sekolah. Karena gerak jalan adalah rutinitas pekerjaan tentara, dan bagi saya itu jalan untuk kesana.
Sampai menginjak SMA saya semakin keras lagi melatih diri, karena saat menjadi tentara sudah lebih dekat lagi. Rasanya tidak ada keinginan lain yang ingin saya gapai selain menjadi tentara. Saya menjadi salah satu pasukan pengibar bendera (PASKIBRAKA) dari kelas satu sampai kelas dua, karena setiap kelas tiga tidak diperkenankan ikut lagi untuk lebih fokus menghadapi ujian kelulusan. Saya sering menjadi pemimpin upacara bendera di sekolah, dan beberapa kali menjadi komandan pasukan gerak jalan SMA kami. Semua demi menjadi tentara.
Tiba saatnya yang dinanti-nanti, saya lulus SMA dengan nilai yang cukup untuk menjadi seorang tentara. Saya mendaftarkan diri pada seleksi AKABRI dengan beberapa orang kawan lain di sekolah.
Seleksi demi seleksi kami lewati, sampai akhirnya beberapa tahapan saya harus tersingkir dari proses seleksi itu. Saya dinyatakan tidak lulus AKABRI. Saya sedih sekali, namun saya masih menganggap ini adalah keberhasilan tertunda, saya tidak boleh patah semangat. Saya harus mampu lulus tahun depan, karena saya mencita-citakannya, menyiapkannya bukan waktu yang pendek.
Walau demikian, kadang kala kita perlu memberikan kesempatan Tuhan menentukan jalan hidup kita. Realitas yang kita harapkan belum tentu sesuai dengan harapan yang bertahun-tahun kita damba-dambakan. Inilah falsafah ontologi kehidupan, yaitu bagaimana kita memandang realitas kehidupan seperti alurnya Allah SWT, bukan memaksakan alur kita menabrak takdir kehidupan yang telah ditetapkan-Nya. Dalam sesuatu yang tampak ternyata ada skenario yang tengah mengatur kehidupan kita.
Saya putuskan untuk ikut UMPTN yaitu ujian masuk perguruan tinggi negeri, sambil menunggu kesempatan tahun depan menjadi Taruna AKABRI.  Saya dinyatakan lulus seleksi UMPTN dan menjadi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unram. Dari si nilah sejarah hidup saya terukir, saya mulai menemukan diri saya di kampus ini.
Hari-hari saya mengikuti kuliah betapa menyenangkan. Di samping saya harus berhadapan dengan cara belajar baru, saya juga menemukan kawan-kawan baru.
Ketika menerima materi dikelas saya jarang duduk posisi belakang, saya biasanya mengambil posisi paling depan. Saya tidak ingin, materi yang disampaikan dosen berlalu begitu saja. Saya sendiri belum memahami setan apa yang merasuk sehingga keranjingan untuk belajar seperti ini. Kalau-pun benar itu setan yang membisiki saya, itu pasti setan baik.
Prestasi akademik saya semakin lama semakin memuaskan. Dan setelah nilai dibagikan ke masing-masing mahasiswa, saya tidak ketinggalan untuk mengirim ke orang tua kopiannya. Betapa senangnya orang tua, melihat nilai akademiku yang selalu bagus setiap semester.
Saya merasa bahwa Allah telah menemukan saya jalan menunju cita-cita, dan jalan Allah pasti didukung alam semesta. Alam tidak akan memaksakan bila yang menciptakan alam tidak menggariskan itu, alam akan memberi sinyal untuk mengusir kita untuk tidak terus bertahan di situ, dan memberi ruang pemahaman untuk mengambil alih apa yang digariskan sang Maha Kuasa dan menjadi garisan takdir kita.
Sampai pada akhirnya, saya putuskan untuk tidak lagi mengikuti seleksi AKABRI, cita-cita yang saya dambakan dari sekolah dasar sampai menengah atas. Dan sekarang saya tidak henti-hentinya bersyukur karena Allah SWT tidak meluluskan saya menjadi tentara, karena saya yakin pikiran Allah jauh lebih tepat, jauh lebih bermanfaat untuk saya.












No comments:

Post a Comment

EKSPOS RENCANA PENYUSUNAN MASTER PLAN EKONOMI GARAM NTB

EKSPOS RENCANA PENYUSUNAN MASTER PLAN EKONOMI GARAM NTB DR. M FIRMANSYAH (DOSEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS) MENUNJU INDUSTRIALIS...